JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (RUU Otsus Papua) telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah pada 15 Juli 2021. Sejumlah pihak menilai UU tersebut merupakan keinginan sepihak pemerintah pusat bukan keinginan rakyat Papua.
Tokoh Muda Indonesia asal Papua, Steve R Mara, M.Han, mengatakan Papua diberikan otonomi khusus karena ada special kondision yang harus dilihat oleh Pemerintah Pusat terkait dengan kondisi masyarakat Papua, maka lahirlah UU Nomor 21 Tahun 2001 dan sudah dilakukan perubahan kedua yang sudah disahkan DPR.
“Dalam perubahan UU tersebut setelah dapat banyak masukan yang sebelumnya dua pasal menjadi 16 pasal yang direvisi, tapi penekananya adalah penggunaan dana otsus yang harus dievaluasi agar lebih optimal untuk kesejahteraan masyarakat Papua,” ujar Steve dalam Podcast ICT TV Channel yang tayang pada, Jumat, 23 Juli 2021.
Menurut Ketua Pemuda Lira Papua ini menambahkan, penggunaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua perlu dilakukan evaluasi agar masyarakat Papua tidak terus menyalahkan Pemerintah Pusat. Pasalnya sampai saat ini masyarakat menilai pemerintah pusat tidak peduli kepada Papua. Padahal triliunan uang diberikan kepada Papua yang mencapai 102 triliun dalam 20 tahun terakhir.
“Agar otonomi khusus berjalan sesuai arah yang diharapkan, maka perlu dilakukan evaluasi dan harmonisasi sesuai dengan pasal 66 UU yang telah disahkan lalu. Agar isu-isu keinginan referendum, masyarakat Papua tidak sejahtera tidak ada lagi,” ujarnya.
Masih dijelaskan Steve, sesuai amanat UU yang telah disahkan harmonisasi dan evaluasi diperlukan dengan adanya badan baru nanti agar
masyarakat tidak hilang kepercayaan kepada Pemerintah Pusat dan lebih fokus apa yang hendak dilakukan Pemerintah.
“Evaluasi sebenarnya sudah dilakukan oleh BPKP tetapi harus disampaikan juga kepada masyarakat, misalnya apabila ada pihak – pihak yang korupsi dana otsus ini, ya perlu diusut dan ditindak,” ucapnya.
Terkait penggunaan dana otsus yang rawan diselewengkan pembiayaan untuk separatis, Steve mengatakan bahwa beberapa daerah memang ada kelompok- kelompok kriminal separatis.
“Yang menjadi pertanyaan mereka dapat uang dari mana, bisa survive dari mana kemudian dapat senjata dari mana, ini kan yang menjadi pertanyaan. Memang pernah ada kejadian seperti pembobolan gudang senjata di Wamena dan penyerangan pos TNI/Polisi yang senjatanya diambil, tapi tidak sebanyak senjata yang dimiliki kelompok separatis saat ini. Apakah ini ada bagian dari dana otsus yang digunakan, memang ada informasi yang beredar ada beberapa pimpinan yang sering memberikan dana untuk kepada kelompok-kelompok separatis ini. Kalau ini benar adanya, harus ditindak tegas oleh TNI/Polri karena selain dana tersebut adalah uang negara juga mengganggu keamanan dan ketertiban,” tegasnya.
Masih dijelaskan Steve, bagaimana peran pemuda melihat optimalisasi dana otonomi khusus adalah agar terus menyuarakan transparansi dana otsus. Yang diharapkan adalah pemuda sebagai agen of change, terbagi dalam idealisme masing – masing.
Saat menjadi ketua BEM di Jayapura, Steve mengaku menolak otsus dengan idealismenya saat itu bahwa otsus telah gagal, karena beberapa masyarakat di daerah tidak sejahtera dan tidak ada kemajuan siginfikan.
“Saat ini harus lebih realistis lagi, kita melihat otsus melihat masa depan tidak lagi berfikir masa lalu, karena masa lalu bisa diciptakan oleh siapa saja tetapi masa depan kita sendiri yang membuat dan mempersiapkannya dengan baik. Jadi peran pemuda saat ini ada yang mendukung dan tidak mendukung. Kalau saya dalam dalam posisi mendukung bahwa Papua masih membutuhkan otsus, dengan situasi Papua saat ini siapa yang akan menolong Papua, kalau tidak ada Dana Alokasi Umum (DAK) melalui dana otsus siapa yang akan menolong daerah dan kabupaten dengan PAD yang kecil,” tukasnya. []