Oleh: Ilham Nuryanto )*
Dilansir pada Kompas Senin,(6/5/2019), ada artikel berjudul “Jaga Kemurnian Suara Pemilih.” Menceritakan ditemukan dua dus berisi formulir C1 atau hasil penghitungan suara yang belum dibuktikan keasliannya. Tapi di surat kabar ini tidak menceritakan bahwa ribuan formulir tersebut menguntungkan #02.
kemudian saya cek berita di media daring menginfokan bahwa form ini palsu karena dicek langsung dengan hasil KPU berbeda bahkan digelembungkan, serta tanda tangan para saksi juga berbeda. Saya berpikir secara positif saja, mungkin media cetak ini tidak mau memprovokasi atau bisa juga sedang bermain aman mengenai perpolitikan.
Dari kronologis penemuan ini juga tidak sengaja. Setahu saya memang kepolisian kerap mengadakan berbagai operasi di jalan raya dalam rangka bulan puasa. Sehingga prosedur ini sudah biasa dilakukan. Tolong jangan komentar bahwa polisi mengada-ada atau pun kesannya tidak netral dalam mendalami kasus ini. Sebab, di salah satu saluran You Tube, Rizieq Shihab berkomentar bahwa kepolisian tidak netral. Di sini dia membacakan hasil-hasil input KPU yang berbeda dengan formulir C1 dan merugikan paslon #02. Tetapi tidak diberitakan kalau kesalahan input yang merugikan #01 ternyata jumlah jauh lebih banyak.
Saya sayangkan usai pemilu 2019 muncul pihak-pihak yang sepertinya tidak terima dengan hasil penghitungan KPU. Mereka menyerang terus-menerus mengatakan curang-curang dan curang.
Seperti anak kecil dikalahkan di permainan oleh temannya. Lalu mengadu kepada orang tua sambil menangis bahwa dia dicurangi temannya tanpa membawa bukti dan sang orang tua percaya. Amin Rais yang mengatakan “Kalau nanti terjadi kecurangan, kita nggak akan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Nggak ada gunanya, tapi kita people power, people power sah,” kata Amien di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2019).
Saya sebagai bagian dari rakyat Indonesia tidak merasa bahwa paslon #01 curang. Perlukah saya ingatkan kembali siapakah yang menyebarkan hoaks mengenai surat suara yang tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok dan penyerangan khayalan Ratna Sarumpaet ? Belum lagi fitnah keji mengenai Jokowi yang adalah keturunan Cina dan seorang PKI ? Perlu saya jawab atau silahkan jawab saja dalam hati.
Sayangnya masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara kenyataan dengan berita bohong yang disemburkan berulang-ulang. Mungkin karena sering, jadi ketagihan. Jika tidak ada hoaks hidup kurang “afdol” ? Para provokator pembelah kesatuan negara Indonesia seakan -akan dibuatkan panggung khusus. Bahkan media entah mengapa senang memberitakannya, mungkinkah karena rating tinggi ? Padahal elite yang berkontestasi pada Pemilu 2019 sudah mulai membuka dialog.
Polarisasi akibat pemilu sedang mereka gerus. Menurut Kompas, Sabtu (4/5/2019) sejumlah tokoh menjenguk mantan Ibu Negara, Ny. Ani Yudhoyono, yang sedang dirawat di RS di Singapura serta mengadakan pertemuan dengan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi putranya Edhie Baskoro dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin. Para tokoh itu antara lain mantan Ibu Negara Ny. Sinta Nuriyah Wahid; mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahmud MD; Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan; dan Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. Para tokoh yang tergabung dalam Suluh Bangsa juga sudah menemui Presiden Ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie untuk membicarakan polarisasi pada rakyat Indonesia. Para elite politik ini hendak memberikan contoh kepada masyarakat untuk meredakan perpecahan ini.
Ketua BPN Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera yang adalah penggagas gerakan #2019gantipresiden sudah mengharamkan tagar tersebut. Serta dari pihak TKN Jokowi-Amin, Abdul Kadir Karding dalam rangka rekonsiliasi politik akan dimulai dengan mempertemukan kedua calon wakil presiden Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Katanya “Keinginan ini sudah sama-sama diutarakan kedua belah pihak, tinggal mendorong agar bisa terwujud cepat. Prinsipnya, pertemuan kedua tokoh ini penting untuk membangun kesadaran berbangsa sekaligus merajut persaudaraan lewat ruang dialog.”
Sandiaga berkomentar mengenai pemilu jujur adil. Setelah ada pertanyaan perihal sikapnya terhadap Prabowo Subianto soal hasil quick count Pilpres 2019. “Saya nggak punya perbedaan pandangan yang prinsip dan strategis terhadap Pak Prabowo. Saya meyakini bahwa pemilu ini jujur dan adil. Saya meyakini bahwa kinerja para relawan ini harus dihargai,” Rabu (24/4/2019).
Para elite poltik kontestasi politik Pemilu 2019 sudah memberikan keteladanan serta menunjukkan sikap untuk meredakan polarisasi. Apakah masyarakat mau menerima dan mengikuti ? Atau masih hidup di dalam dunia sendiri tidak peduli persatuan dan kesatuan NKRI ?
Sebaiknya masyarakat dapat dengan cerdas untuk melihat dan menilai apa yang terjadi sejujurnya. Hargai kerja keras KPU sebagai penyelenggara yang sudah optimal melaksanakan Pemilu 2019 dengan lancar dan damai. Kalau masih terdapat ketidak sempurnaan maka harus diperbaiki secara besama-bersama agar Pemilu ke depan menjadi lebih baik lagi. Saat ini pasca Pemilu yang dibutuhkan yaitu merekatkan kembali persatuan dan hidup damai untuk melangkah kedepan memajukan Indonesia. Siapapun pemenangnya adalah Rakyat, Mari kita dukug hasil Pemilu secara resmi dan konstitusional yang akan diumumkan oleh KPU pada 22 Mei 2019 . Jangan terprovokasi oleh ajakan cara-cara inkonstitusional yang memiliki agenda lain untuk menghancurkan bengsa kita. Tolak segala bentuk delegitimasi Pemilu 2019 dan lawan Hoax.
)* Penulis adalah Blogger-Mahasiswa Universitas Andalas Padang