Ultimate magazine theme for WordPress.

Post-Eid al-Adha, Various Parties Appreciate Humanistic and Safe Hajj Services

17

By: Fikri Hidayat Ramadhan )*

After Eid al-Adha 2025, attention to the organization of the Indonesian Hajj pilgrimage has emerged in various public spaces. Not because of problems or complaints, but rather because of the many appreciations that have come in waves from within and outside the country. Humanistic, safe, and empathetic services to all pilgrims have become the new face of Indonesian Hajj management which is now continuing to reap widespread praise.

One of the main highlights even came from the Saudi Arabian Government. Saudi Arabia’s Minister of Hajj and Umrah, Tawfiq F. Al-Rabiah, directly conveyed the high appreciation to the Minister of Religious Affairs Nasaruddin Umar during an official visit to Jeddah some time ago.

The management of the Indonesian hajj is considered by him to not only focus on the interests of domestic pilgrims, but also continues to provide a positive impact on the hajj system even globally. The humanitarian values ​​applied are considered to have enriched the world’s hajj practices by implementing a more civilized and soothing approach.

Minister Nasaruddin sees the recognition from Saudi Arabia as the result of a collective commitment from all elements in the country. He emphasized that the hajj services prepared so far are not only to take care of technical logistics, but also to create a peaceful atmosphere.

The spiritual experience for all pilgrims is the main focus. The services provided are able to display the friendly, soothing, and also happy face of Islam. The pilgrims are not presented with complicated bureaucracy, but are instead served with empathetic assistance.

The appreciation did not come from just one direction. Domestically, the Rector of the State Islamic University (UIN) Raden Intan Lampung, Prof. H. Wan Jamaluddin, also expressed a similar view.

He sees this year’s hajj as an important milestone in the reform of worship services. According to him, the breakthroughs presented by the Ministry of Religion show that the state is present in concrete terms for the people, not just as a slogan.

Several policies such as the tanazul, murur, and safari wukuf programs are referred to by Prof. Wan as real forms of innovation that are very supportive of elderly and disabled pilgrims.

Terobosan tersebut tidak hanya membantu jemaah menjalankan ibadah secara lebih mudah, tetapi juga menghadirkan pengalaman spiritual yang bermartabat. Dalam pandangan akademisi tersebut, pelayanan yang ramah disabilitas merupakan cermin pelayanan berbasis nilai-nilai Islam yang inklusif dan berkeadilan.

Selain aspek teknis, langkah pemerintah menurunkan biaya haji juga dianggap sebagai strategi jangka panjang yang bijak. Penurunan biaya dilakukan tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Efisiensi dana, optimalisasi masa tinggal, serta peningkatan kualitas akomodasi memperlihatkan tata kelola haji yang semakin transparan dan bertanggung jawab. Hal ini memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Tak hanya dari sisi kebijakan, kekuatan utama dari pelayanan haji tahun ini terletak pada kehadiran sumber daya manusia yang berdedikasi di lapangan. Salah satunya terlihat dari peran Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang secara khusus menyiapkan 183 petugas untuk mendampingi jemaah lansia dan disabilitas.

Kepala Bidang Layanan Lansia, Disabilitas, dan Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP2JH), Suviyanto, menjelaskan bahwa petugas tersebut disebar di tiga titik utama yaitu Makkah, Madinah, dan Bandara.

Meskipun rasio ideal antara petugas dan jumlah jemaah lansia belum sepenuhnya terpenuhi, semangat dan komitmen para petugas di lapangan tetap tak surut. Suviyanto menyatakan bahwa para petugas terus berupaya semaksimal mungkin memberikan layanan yang layak dan penuh hormat. Keterbatasan tenaga tidak menjadi alasan untuk abai terhadap kualitas pelayanan. Pendampingan dilakukan dengan pendekatan yang manusiawi dan penuh kehangatan.

Pengelolaan haji tahun ini memang tampak bertransformasi secara menyeluruh. Tak lagi terpaku pada pendekatan administratif semata, melainkan sudah beralih menjadi sistem pelayanan yang menempatkan jemaah sebagai pusat dari segala kebijakan.

Transformasi ini tidak bisa dilepaskan dari arahan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya memberikan pelayanan sepenuh hati. Menteri Nasaruddin pun merespons dengan menjadikan “senyum jemaah” sebagai indikator keberhasilan utama.

Tiga senyuman yang dimaksud adalah senyuman ketika jemaah membayar biaya haji yang lebih terjangkau, senyuman saat menerima pelayanan optimal di Tanah Suci, dan senyuman terakhir ketika pulang ke tanah air dalam keadaan sehat dan meraih predikat haji mabrur. Gagasan ini bukan sekadar retorika, melainkan filosofi pelayanan publik berbasis kasih sayang dan nilai spiritual.

Penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M menjadi bukti bahwa reformasi pelayanan dapat diwujudkan melalui kolaborasi lintas institusi. Ketika pemerintah, tenaga lapangan, akademisi, dan masyarakat saling bersinergi, hasilnya adalah sistem pelayanan ibadah yang bukan hanya efisien, tetapi juga menyentuh hati. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi contoh dalam penyelenggaraan haji yang berkelas dunia.

The appreciation that flows from Saudi Arabia, academics, to field officers is a strong signal that Indonesia is on the right track in organizing the Hajj pilgrimage. Through safe and humane services, Indonesia not only serves its congregation, but also helps shape the face of the global Hajj pilgrimage that is more humane and peaceful. (*)

)* Public Policy Observer – Nusantara Social Studies Institute

Leave A Reply

Your email address will not be published.