Masyarakat Desak Non-Aktifkan Lukas Enembe Sebagai Gubernur Papua
Oleh : Pablo Putra Prakasa )*
Masyarakat mendesak pemerintah untuk menonaktifkan Lukas Enembe dari jabatan Gubernur Papua dimana penyebab utamanya adalah Lukas Enembe sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua serta dugaan gratifikasi di wilayah pemerintah Papua, termasuk anak dan istrinya juga terkait dengan hal tersebut. Selain itu, kesehatannya dianggap bermasalah usai dilaporkan empat kali mengalami stroke.
Koordinator Cendekiawan Muda Papua, Paulinus Ohee mengatakan kondisi Lukas telah mengganggu jalannya pemerintahan dan pelayanan publik di Papua. Oleh karena itu sebaiknya ada pengganti sementara sampai Lukas mendapat kejelasan hukum atas perkara yang melilitnya.
Menurut Paulinus, dengan dinonaktifkannya Lukas Enembe dari jabatan Gubernur akan memberikan tiga manfaat sekaligus. Yakni, Lukas dapat lebih fokus menjalankan perawatan kesehatan, lebih siap menghadapi proses hukum, dan kinerja pemerintah provinsi (Pemprov) Papua dalam melayani masyarakat tetap optimal. Selain itu, dengan adanya pejabat gubernur baru maka semua hambatan dalam menjalankan roda pembangunan di Papua dapat teratasi.
Diketahui bahwa Lukas Enembe dinyatakan telah menderita sakit kurang lebih selama 2 tahun terakhir dan tidak dapat melaksanakan semua tugas sebagai Gubernur secara maksimal. Lukas Enembe telah keluar-masuk rumah sakit (RS) diluar Negeri sejak Ia dilantik menjadi Gubernur Papua. Sesuai amanat Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, sebaiknya setelah mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik selama kurang lebih 6 bulan, kepala daerah sudah harus mundur dari jabatannya secara suka rela atau diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Papua, Klemen Tinal telah meninggal dunia pada 21 Mei 2021 di RS Abdi Waluyo Menteng, Jakarta. Hingga kini, belum ada pengganti Wagub Papua dan dilansir situs Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua dari tulisan 2 April 2022, kursi Wagub Papua dibiarkan kosong sampai jabatan Gubernur Lukas Enembe berakhir pada 2023.
Karena kondisi kesehatan Gubernur Papua kurang baik dan Wagub Papua telah meninggal dunia, saat ini roda pemerintahan Papua dijalankan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, Dance Yulian Flassy sesuai dengan surat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tertanggal 24 Juni 2021 dengan Nomor T.121.91/4124/OTDA yang menunjuk Sekda Papua sebagai Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Papua.
Kelompok pemuda yang mengatasnamakan diri sebagai Rakyat Papua Bersatu (RPB) diwakili oleh Koordinator RPB, Michael M Sineri dalam konfrensi pers yang digelar di Pendopo Kampung Sere, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, mendesak Mendagri, Tito Karnavian, menonaktifkan Lukas Enembe dari jabatan Gubernur Papua. Hal ini dilakukan guna proses pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik di Papua dapat berjalan secara optimal mengingat Provinsi Papua pada saat ini tidak memiliki Wagub.
Michael mengungkapkan, masyarakat butuh kehadiran negara dan pemerintahan di tengah kasus yang menjerat Lukas Enembe saat ini. Ia mengingatkan agar kasus Lukas Enembe tidak membuat wibawa negara hilang di hadapan masyarakat. Permasalahan korupsi bagi masyarakat papua adalah kejahatan luar biasa, hampir sama dengan kejahatan terorisme, yang kejahatannya membuat masyarakat Papua menderita.
Sementara itu, Ketua Pemuda Adat Wilayah Saireri II Nabire Pesisir, Ali Kabiay yang mewakili 6 kepala suku, 3 lembaga adat dan 4 kerukunan di wilayah Nabire mengungkapkan tidak mengakui Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar di Tanah Papua. Bagi kebanyakan masyarakat papua, Lukas Enembe adalah Gubernur Papua bukan kepala suku besar.
Ali Kabiay menuding pelantikan atau pengukuhan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar pada tanggal 8 Oktober 2022 lalu di kediamannya merupakan sebuah scenario untuk berlindung dari jeratan kasus korupsi atas nama adat dan rakyat papua sebagai tameng.
Tokoh pemuda dari wilayah adat Tabi di Papua, Martinus Kasuay, meminta agar pemerintah segera bertindak menyelesaikan permasalahan terkait pelayanan. Ia meminta agar pemerintah menunjuk penjabat (Pj) gubernur untuk mengurus pemerintahan di Papua. Menurutnya dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat Pemprov Papua maupun elit politik di Papua sibuk mengurusi kesehatan Lukas Enembe, akibatnya kepentingan publik di Papua menjadi terabaikan. Ia berharap dengan adanya Pj Gubernur di Papua dapat memaksimalkan roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Martinus juga mengkritisi status baru Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Papua sebagaimana dikukuhkan oleh Dewan Adat Papua versi Dominikus Sorabut yang menurutnya pengukuhan tersebut tidak sah. Ia menjelaskan, di Papua terdapat tujuh wilayah adat dengan struktur kepemimpinan yang berbeda-beda dalam suku. Dalam versi adat Tabi, kepala suku diangkat berdasarkan garis keturunan. Berbeda dengan di wilayah adat Lapago dan Meepago, siapa yang kuat dalam perang, dia yang menjadi kepala suku.
Martinus bahkan menentang para pendukung Lukas Enembe yang mencoba menjadikan adat dan budaya Papua sebagai tameng untuk melindungi Lukas dari proses hukum oleh KPK.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute