Simplification of Bureaucracy to Improve ASN Professionalism
Oleh : Rahmat Praset
Salah satu yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 lalu adalah penyederhanaan birokrasi. Dimana jabatan struktural akan disederhanakan menjadi 2 level. Penyederhanaan tersebut bertujuan untuk mewujudkan birokrasi yang dinamis dan profesional dalam efektifitas dan efisiensi terkait dengan kinerja pemerintah terhadap publik.
Untuk percepatan penyederhanaan birokrasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mendorong seluruh pimpinan instansi pemerintah untuk melaksanakan langkah-langkah strategis dan konkret.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB nomor 384, 390 dan 391 Tahun 2019 yang ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur, serta para WalI Kota dan Bupati tentang langkah strategis dan konkret penyederhanaan birokrasi.
Masyarakat patut mendukung rencana penyederhanaan birokrasi ini karena hal ini bertujuan untuk mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik dan juga dapat mempercepat pengambilan keputusan oleh para pengambil kebijakan.
Artinya, jalan yang harus ditempuh menjadi lebih ringkas sehingga keputusan yang diambil dapat lebih lugas dan cepat.
Sementara itu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) akan mempercepat akselerasi penyederhanaan jebatan di birokrasi. Tahun ini pengalihan jabatan dari struktural ke fungsional ditargetkan selesai.
Tjahjo Kumolo selaku MenPan-RB menuturkan, penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan dan mempercepat pengambilan keputusan.
Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tersebut menjelaskan, akselerasi penyederhanaan birokrasi ini akan melalui 5 tahap. Pertama Identifikasi jabatan administrasi pada unit kerja. Kedua, pemetaan jabatan dan pejabat administrasi yang terdampak penyederhanaan birokrasi. Kemudian ketiga, pemetaan jabatan fungsional yang bisa ditempati oleh pejabat yang terdampak penyederhanaan birokrasi.
Langkah selanjutnya adalah penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, serta tahapan kelima adalah penyelarasan kelas jabatan administrasi ke jabatan fungsional.
Lebih lanjut, para pimpinan instansi haruslah melaksanakan upaya sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada seluruh pegawai di instansi masing-masing yang berkaitan dengan kebijakan penyederhanaan birokrasi untuk menciptakan sinergitas yang baik.
Sementara itu, Kementarian Keuangan telah memulai efisiensi birokrasi dengan menyederhanakan eselonisasi III dan juta IV, dimana perampingan tersebut dimulai dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, setidaknya terdapat 19 jabatan eselon tiga yang akan dihillangak dimana sebagian besar merupakan jabatan administrasi.
Penyederhanaan birokrasi ini tentunya diharapkan seluruh masyarakat Indonesia. Tak hanya membuat kinerja menjadi lebih efisien dan efektif.
Dengan menggenjot investasi di dalam negeri, diharapkan juga mampu menyediakan lapangan jerja sebesar-besarnya. Apalagi, fokus pemerintah dalam meningkatkan SDM ditujukan untuk membangun daya saing Indonesia di mata dunia.
Apabila nilai investasi di Indonesia meningkat, tentu akan berdampak positif bagi penyerapan tenaga kerja, apalagi dengan banyaknya usia produktif di Indonesia, tentu hal ini akan menjadi daya tari bagi pihak pemberi kerja maupun investor.
Pada kesempatan berbeda, Jokowi pernah menuturkan bahwa investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus tetap diprioritaskan, sehingga prosedur yang panjang harus diringkas.
Di sisi lain, Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menghimbau agar eselonisasi turut disederhanakan menjadi hanya 2 level. Yang nantinya akan digantikan dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan menghargai kompetensi.
Pemangkasan Birokrasi tentu merupakan sesuatu yang penting, agar urusan yang berkaitan dengan surat-menyurat termasuk pengajuan perijinan itu bisa lebih cepat dan tidak berbelit-belit hingga bisa mencapai empat bulan.
Birokrasi yang gemuk dan berlemak tentu cenderung boros anggaran dan koruptif. Lebih dari itu, justru kegemukan suatu birokrasi dapat mempersulit masuknya investasi yang digadang-gadang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Rencana besar ekspansi kinerja ekspor juga terhambat.
Dampaknya jelas, selama 20 tahun Indonesia belum bisa menyelesaikan persoalan mendasar, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
Hal itu juga menjadi penyebab, bahwa Presiden Jokowi mengancam akan menutup lembaga yang kinerjanya tidak efisien dan hanya menghabiskan anggaran negara. Konkritnya lembaga pemerintah yang memperumit dan memperlambat proses perizinan dan investasi, baik di pusat maupun daerah, akan segera dilikuidasi.
Jika birokrasi dapat disederhanakan, maka sesuatu yang dianggap akan menghambat investasi dapat dihilangkan.
)* Penulis adalah pengamat social politik